semoga arif dan rahman

mencintai dan mengabdi

Name:
Location: bandung, Jawa Barat, Indonesia

biasa aja

Saturday, September 10, 2005

per jalanan

harusnya memang begini

diam.. sesaat berhenti.. coba cermini hati..

agar jelas bisa kupahami


cara mencintaimu lebih dalam lagi..

menidakpercayakan

bukannya sudah menyerah dengan keadaan. tapi ketidakpercayaan ini memang layak dimiliki.

kondisi memang mengharuskan demikian. karena keadaan masih sangat sangat jauh dari keidealan.

tapi perlu dicatat. ianya pun harus merupakan pilihan : " ketidakpercayaan yang mencerahkan".

cerah...
cerah karena terbuktikan. cerah karena memberi perbaikan.




tidak percaya pada kemampuan diri hingga merasa perlu untuk berbenah lagi.
tidak percaya pada sistem yang mengkebiri hingga butuh mencari solusi.
tidak percaya pada kesalahan yang terjadi hingga harus menemukan yang lebih baik lagi.






diinspirasi perkataan seorang guru ......" saya harap kalian tidak percaya perkataan yang barusan saya sampaikan. karena dengannya kalian terpacu untuk membuktikan kebenaran"

menidaknyamankan diri...

kenyamanan itu (bisa) membahayakan . ianya sering jadi ketergantungan. miripnya dengan candu. menyenangkan, mengerogoti dari dalam.

hakikat manusia menjadi buta saat bahagia. untuknya lawan adalah keharusan. dan ketidaknyamanan sepertinya bisa dipertimbangkan.

Monday, September 05, 2005

kebenaran itu (bisa) pahit..

Saya salah satu orang yang sulit untuk memahami kesederhanaan kebenaran. Walaupun ianya bisa sangat gamblang diperoleh lewat nurani dan hukum ( Tuhan dan manusia) , tapi nyatanya saat praktek di dunia nyata sangatlah sulit. Banyak sekali variabel yang bermain didalamnya. Mulai dari rasa kasihan, emosi, egois pribadi dan kelompok, kebodohan pribadi dan massal, bergesernya nilai, maupun sikon saat kebenaran itu diungkapkan.

Hari kamis yang lalu saya mengalami kejadian unik yang menggambarkan betapa sulitnya mengungkapkan kebenaran. Siang itu , tepatnya pukul setengah satu, saya bersama seorang teman sekelompok Abau mengunjungi sebuah perusahaan bengkel bernama F*** Jaya ( F*** disini bukan umpatan lho) yang ada di daerah Kircon. Setelah menunggu setengah jam di luar bengkel akhirnya waktu istrahat berahir, artinya kami boleh bertanya kepada pegawai bengkel tsb tentang hal yang berkaitan dengan tugas dan meminta hasil sketsa kami dicap perusahaan.

Sepuluh menit pertama kejadiannya masih biasa. Saya dan teman dengan nyamannya bertanya kepada pegawai perusahaan ini. Nah, memasuki menit ke sebelas, kehebohan pun dimulai. Wanita pemilik perusahaan datang dengan muka masam. Langsung bertanya tentang part yang dipinjam dan meminta uang sewa menyusul perpanjangan pinjaman. Si ibu pun nyolot dan menekan kami agar memberi makanan dan rokok sebagai ucapan terima kasih. Katanya mahasiswa sekarang gak tahu terima kasih dan suka sepele. Saya awalnya senyum-senyum saja, sampai akhirnya beliau berkata ” Semua perusahaan pasti minta bayaran dan dipersulit, disini saja yang tidak, kami ini terlalu mudah !”. Saya pun ( entah dipicu emosi atau rasa kebenaran) berkata ” Nggak juga bu” . Dan saya tahu betul, soalnya teman-teman lain tidak dibeginikan. Mungkin saya belum pintar berterima kasih, tapi rasanya kalau rasa terimakasih muncul karena dipaksakan, itu bisa jadi pamrih. Saya kurang sreg dengan pamrih.

Saat mendengar pernyataan ”tidak”, dianya semakin marah dan berkata – kata bahwa masalah beginian walaupun tidak kuliah tapi ia lebih tahu.Malah saya diancam tidak mendapat tanda tangan dan part saya langsung di tarik. Untung teman saya langsung sigap mengingatkan. Saya pun langsung memposisikan diri ” Saya gak ngambil part disini kok bu. Nama saya Arif. Liat aja didaftar. Gak ada kan? ”. Hehehe.Yang ngambil part dan mendaftar diri memang teman disebelah saya. Woo,marahnya pun menjadi-jadi. Beliau ,sambil marah, bernostalgia. ” Saya punya kenangan buruk dengan kakak kelas kalian !”. Entah apa kenangan buruknya, beliau tidak menjawab ketika ditanya.

Wuih. Kepahitan pengungkapan kebenaran ini begitu nyata. Walaupun lingkupnya masih kecil, tapi bisa ” memahitkan” saya dan dua orang anggota kelompok yang lain. Bayangan ketika saya harus mengulang semua dari awal tugas karena part diambil dan cap perusahaan tak diberikan sempat muncul. Alhamdulillah ini tidak terjadi.

Yah, tindakan nyolot dan marah ini saya yakini dilatarbelakangi berbagai alasan. Kemungkinan terkuat adalah karena anak beliau sedang sakit ( hal ini diucapkan saat marah-marah tadi). Mungkin karena kehadiran kami menggangu kinerja pegawai-pegawainya. Bisa jadi memang mahasiswa ini yang tidak tahu berterrima kasih dan kurang beretika. Kemungkinan terahir yang juga sempat terpikirkan adalah beliau berharap mendapat keuntugan dari peminjaman part yang banyak dilakukan mahasiswa. Wallahu a’lam.







Kebenaran itu (bisa) pahit. Pahit isinya. Pahit penyampaiannya. Namun ianya menyehatkan jiwa. Seperti obat. Pahit diawal, tapi menyehatkan .

Jadi walau pahit, kebenaran harus selalu diperjuangkan!

Friday, September 02, 2005

kaya? bukan disini tempatnya...

Menjadi kaya , jangan dipungkiri, adalah keinginan mayoritas manusia .Di Indonesia , kaya bisa dicapai melalui berbagai saluran dan media. Gelar sarjana salah satunya. Bagaimana pembudayaan keidentikan gelar dan kaya ini ,masih sulit bagi saya untuk memaparkan. Namun sepertinya gelar sarjana yang sering diburu untuk sarana menjadi pekerja yang kaya adalah gelar sarjana teknik. Lebih jelasnya lagi, di negeri ini mayoritas anak SMA meposisikan diri pada jurusan IPA. Kalau ditanya kepada mereka pasti ada saja alasannya. Kalau alasan pribadi saya ( waktu masih SMA) , ringkas saja : pertama rajin tak terlalu diperlukan di IPA (tak perlu rajin mencatat dan menghapal) dan kedua ikut suara mayoritas ( cari aman ). Frame berpikir saya saat kelas dua menjelang penjurusan maupun saat kelas tiga menjelang SPMB adalah kalau mau kaya jadi orang teknik saja. Kalau pengen lebih terjamin kerja dimana, ya masuk ITB la...

Ternyata saya tertipu mentah-mentah....Ketertipuan ini saya sadari dari dosen PPC saya, Pak Sukoyo. Beliau berkata ” Untuk berbagai produk, biaya terbesar berkisar di marketing dan pengemasan, bukan produksinya. Contoh minuman kaleng. Ternayata dari harganya yang Rp2.500, biaya produksi minumannya hanya Rp 500 , sisanya adalah di pengemasan, pengiklanan , distribusi, pembentukan image dan lainnya.Yang kesemuanya terkait dengan inovasi dan kreatifitas”. Serupanya kemampuan ilmu kita yang mengandalkan kelogisan hanya seharga Rp 500, sisa Rp 2000 nya untuk kreatifitas dan inovasi tadi ( bagian anak ekonomi, marketing dan periklanan) . Jadi sedikit dejavu juga. Teringat kunjungan industri ke pabrik ABC. Terlihat disana dominasi dan ( mungkin) hierarki antara manajer marketing ABC terhadap kepala lab penelitian ABC yang notabene lulusan ITB.

Entah ini yang disebut pengambilan kesimpulan prematur . Atau hallo effect sebagai penanda adanya distorsi persepsi . Tapi , minimal untuk dua kasus ini, mahasiswa teknik di ITB, tak perlu terlalu berbesar hati, apalagi sampai berarogansi. Karena pasar industri nampaknya bukan kuasa kita lagi .











Kalau saat ini saya ditanya kembali “ Alasan masuk ITB apa?”, jawabannya masih sama seperti SMA : “Cari aman !”.

Mudah –mudahan sesegeranya hati semakin teguh untuk menjawab pertanyaan selanjutnya “ Keluar ITB mau apa?” . Karena jawaban dari saya sudah sedikit berbeda :” Cari aman.... itu saja!!!”

Hahahahaha.