semoga arif dan rahman

mencintai dan mengabdi

Name:
Location: bandung, Jawa Barat, Indonesia

biasa aja

Friday, September 02, 2005

kaya? bukan disini tempatnya...

Menjadi kaya , jangan dipungkiri, adalah keinginan mayoritas manusia .Di Indonesia , kaya bisa dicapai melalui berbagai saluran dan media. Gelar sarjana salah satunya. Bagaimana pembudayaan keidentikan gelar dan kaya ini ,masih sulit bagi saya untuk memaparkan. Namun sepertinya gelar sarjana yang sering diburu untuk sarana menjadi pekerja yang kaya adalah gelar sarjana teknik. Lebih jelasnya lagi, di negeri ini mayoritas anak SMA meposisikan diri pada jurusan IPA. Kalau ditanya kepada mereka pasti ada saja alasannya. Kalau alasan pribadi saya ( waktu masih SMA) , ringkas saja : pertama rajin tak terlalu diperlukan di IPA (tak perlu rajin mencatat dan menghapal) dan kedua ikut suara mayoritas ( cari aman ). Frame berpikir saya saat kelas dua menjelang penjurusan maupun saat kelas tiga menjelang SPMB adalah kalau mau kaya jadi orang teknik saja. Kalau pengen lebih terjamin kerja dimana, ya masuk ITB la...

Ternyata saya tertipu mentah-mentah....Ketertipuan ini saya sadari dari dosen PPC saya, Pak Sukoyo. Beliau berkata ” Untuk berbagai produk, biaya terbesar berkisar di marketing dan pengemasan, bukan produksinya. Contoh minuman kaleng. Ternayata dari harganya yang Rp2.500, biaya produksi minumannya hanya Rp 500 , sisanya adalah di pengemasan, pengiklanan , distribusi, pembentukan image dan lainnya.Yang kesemuanya terkait dengan inovasi dan kreatifitas”. Serupanya kemampuan ilmu kita yang mengandalkan kelogisan hanya seharga Rp 500, sisa Rp 2000 nya untuk kreatifitas dan inovasi tadi ( bagian anak ekonomi, marketing dan periklanan) . Jadi sedikit dejavu juga. Teringat kunjungan industri ke pabrik ABC. Terlihat disana dominasi dan ( mungkin) hierarki antara manajer marketing ABC terhadap kepala lab penelitian ABC yang notabene lulusan ITB.

Entah ini yang disebut pengambilan kesimpulan prematur . Atau hallo effect sebagai penanda adanya distorsi persepsi . Tapi , minimal untuk dua kasus ini, mahasiswa teknik di ITB, tak perlu terlalu berbesar hati, apalagi sampai berarogansi. Karena pasar industri nampaknya bukan kuasa kita lagi .











Kalau saat ini saya ditanya kembali “ Alasan masuk ITB apa?”, jawabannya masih sama seperti SMA : “Cari aman !”.

Mudah –mudahan sesegeranya hati semakin teguh untuk menjawab pertanyaan selanjutnya “ Keluar ITB mau apa?” . Karena jawaban dari saya sudah sedikit berbeda :” Cari aman.... itu saja!!!”

Hahahahaha.

1 Comments:

Blogger vetriciawizach said...

Klo entar lo belajar SPP bakal ketemu kata2 mutiara :
"the battle is not in the product, but in our mind.."

Yaa, klo kata Bang Lendo mah, klo mau kaya jadilah pengusaha jangan masuk ITB.

Masuk ITB tuh jadi seorang profesional, klo seorang profesional bisa jadi Kaya, kekayannya diragukan datang dari mana..

6:21 AM  

Post a Comment

<< Home