semoga arif dan rahman

mencintai dan mengabdi

Name:
Location: bandung, Jawa Barat, Indonesia

biasa aja

Tuesday, November 15, 2005

Keramahan di Sekitar Tangkuban

Entah harus saya harus merasa bangga atau malu melihat bahasa persatuan kesayangan Indonesia yang didalamnya banyak terdapat kosa kata yang bermakna ganda( ambigu). Ambiguitas yang mungkin terjadi karena kosa kata bahasa yang belum juga kaya, atau mungkin sengaja diadakan sebagai sebagai cirikhas dan pembeda. Entahlah, apapun alasannya sampai pagi tadi saya takpernah pernah ambil pusing tentangnya.

Kalau tiba-tiba malam ini ( saat menunggu playoff Piala Dunia ) otak saya terusik pada makna ganda, pastilah ada kejadian aneh yang menjatuhi saya. Kejadian yang membuat saya tertarik pada kata : keramahan. Kejadian yang berlangsung tadi ( sepanjang hari ) sepanjang hari saat kami -saya, Erick dan Anto- berjalan ke Tangkuban Parahu. Perjalanan yang banyak memberi pengalaman. Salah empatnya terkait dengan keramahan. Keramahan yang saya pikir mencerminkan perilaku ramah mayoritas masyarakat kita. Satu hari, satu perjalanan, empat pemaknaan keramahan…

Keramahan pertama terjadi di setengah perjalanan menuju gunung Tangkuban Parahu dari pintu masuk Jaya Giri . Dengan ramahnya, seorang bapak (umur hampir 30) dengan mata dan gesture tubuh yang pantas untuk disebut mencurigakan mendatangi kami yang sedang asik berfoto, lantas beliau menyuguhi kami dengan deretan pertanyaan dan tawaran.
“Adik dari mana?”
”Ada berapa orang?”
”O, bertiga saja?”
”Kalau mau foto-foto lebih baik desebelah sana. Ada kawah baru yang bagus. Ayo saya tunjukkan ”.
Saya dan teman-teman menolak dengan halus. Selain gayanya yang mencurigakan, kami juga tak percaya di tengah perjalanan penuh pinus kecil ada sesuatu yang disebutnya ” kawah baru”. Setelah ditolak halus, sibapak dengan ke-ramahan yang dipaksakan tetap mengajak kesana. Tanpa berkata-kata langsung kami tinggalkan ia ( maaf pak kalau berburuk sangka ). Penolakan ini terjadi karena saya dan teman2 memaknai keramahan beliau berasal dari keinginan mendapatkan uang dengan cara yang merugikan dan haram. Imbuhan ke-an pada kata dasar ramah dalam kondisi ini tidak lagi mencerminkan pengertian kata aktif ramah (berperilaku ramah ). Lebih dari itu, ianya bermakna hiperaktif ramah ( perilaku terlalu ramah). Selalu, terlalu itu berdekatan dengan keburukan.

Keramahan kedua berselang beberapa menit dari yang pertama . Kami berjalan melewati rombongan para petani yang sedang makan besar. Tak disangka beberapa diantara mereka mengangkat dan menujukkan makanan sambil berkata ”A, tuang a’ ?”. Awalnya saya tidak mengerti apa maksud kata tuang yang di sebutkannya. Terbesit diotak saya ”mungkin mereka hendak melakukan pertunjukan menuang makanan”. Ternyata -setelah bertanya pada Anto- tuang itu bahasa sunda versi halusnya untuk dahar..... MAKAN!. Hahaha , menyadari hal itu sayapun menoleh kebelakang untuk memberi senyuman terbaik yang saya punya. Sebagai ucapan terima kasih dari saya atas tawaran ramah dari mereka.

Keramahan bapak-bapak ini bagi saya adalah keramahan intim – khas masyarakat desa - yang secara instan membuat hati bahagia. Keramahan yang bermula dari rasa ingin berbagi dengan sesama. Walau dengan orang yang baru dikenalnya. Walau makanan yang dibagi itu sebenarnya pas-pasan untuk mereka.

Keramahan selanjutnya hanya berselang 15 menit. Saat saya dengan malu-malu melakukan gerakan yang – sudah menjadi pemahaman umum- memiliki arti minta tumpangan. Mobil pertama penuh dan berlalu begitu saja. Yang kedua sama, penuh. Mobil ketiga nih... malu sudah tercampur ragu . Tapi, alhamdulillah, itu mobil berhenti. Sang isteri empunya mobil bertanya:
” Mau keatas de? ”
Pertanyaan menyejukkan yang langsung dengan serempak kami iyakan.
”Ya udah, ikut aja di belakang”.
Alhamdulillah, lama perjalanan jadi berkurang. Dengan riangnya kami pun naik mobil, duduk dibelakang. Didalam, pemilik mobil tersebut dengan ramahnya bertanya.
”Adik bertiga dari mana?”
”Dari Bandung bu...kalau ibu sekeluarga dari Jakarta ya? (sebelum masuk saya lihat mobilnya bernomor polisi B )”
” Nggak kok de, kami juga dari Bandung, Margahayu”
”Ooo...”
........
” Adik bertiga jalan kakinya dari Bandung ya ? Wah, wah kuat sekali....hahaha”.
Keramah-an kategori ini sebenarnya hampir mirip dengan keramahan kedua, latar belakang kemunculannya yang berbeda. Kalau yang kedua dari rasa ingin berbagi bahagia, kalau yang ini cenderung pada keinginan untuk membantu sesama.

Keramahan terakhir hari ini terjadi saat kami pulang dan ( lagi-lagi ) memohon tumpangan kepada pengendara mobil untuk turun menuju Lembang. Satu, dua, tiga mobil yang searah terus melaju. Entah dikesempatan keberapa, baru ada mobil yang melambat. Saya kira mereka hendak memberi tumpangan. Nyatanya yang ada hanya lambaian tangan nakal dari dua gadis yang duduk di belakang. Melihat hal ini, kami- saya, Anto dan Erick- kembali ramai ngobrolnya :
” Ah, kirain ngasi tumpangan cuy! Taunya cuma ngegoda aja...”
” Tetapi , beta kira itu mobil yang diatas tadi toh ? yang bamper depannya lepas ?”
” Ia toh, ngana rasa juga begitu. Bisa bahaya itu orang didalam mobil . Ada kemungkinan itu bamper copot lagi”

Tiba – tiba, dibalik kelokan jalan, terdengar bunyi mobil berdecit keras diikuti suara rem mendadak. Tanpa aba-aba langsung kami berlari menuju arah suara. Seperti yang diduga, bamper depan mobil tersebut lepas lagi. Kali ini terjepit diantara roda depan. Dengan segera kami berusaha membantu melepaskannya . Dengan sedikit tarikan dan tendangan akhirnya benda celaka itu berhasil diselamatkan.

Perjalanan pun dilanjutkan. Tentu yang tadinya cuma ngobrol biasa - karena kejadian terakhir- berubah jadi obrolan yang menarik topiknya. Berkisar tentang gadis-gadis didalam mobil yang sexy penampilannya. Saudara Erick, seperti biasa, mulai membakar pembicaraan dengan teori konspirasinya.

Sedang asik-asiknya Erick memaparkan pemikirannya, tiba-tiba mobil tersebut berhenti sejenak menjajari kami. Pemuda yang nyetir , dan (tentu) ketiga gadis tersebut rupanya ingin mengucapkan terimakasih .
” Terimakasih A’”, kata sang sopir.
” Terimakasih yaaaaaaaa.... hihihi”
” Daaddaaaaaaaaaaaa...”
Ucapan terimakasih dan selamat tinggal yang ramah dari mereka. Apakah tindakan dan ucapan gadis-gadis ini terlalu ”ramah” , cenderung menggoda ?. Atau malah tanpa tendensi dan biasa saja ?. Jawabannya , ya... kembali kepada sudut pandang kita. Terserah saja. Hanya sepengertian saya, inilah jenis keramahan termutakhir hari ini. Keramahan yang bisa dan biasa menggoda kita, saya dan anda -para pemuda.

Banyak sekali keramahan-keramahan disekitar kita. Lengkap dengan versi baik buruknya. Keramahan yang selalu dipropagandakan pernah menjadi jati diri dan kebanggaan kita sebagai sebuah bangsa.

Pertanyaannya ”Kita lebih suka versi yang mana?”. Saya kira mayoritas jawabannya akan sama. “ Kok sekarang lebih banyak versi yang tak di suka.....?Kenapa....?”

Sudah sejak dulu semua jawaban pertanyaan kedua ini ada ditangan kita. Semua bergantung seberapa besar keinginan kita sebagai bagian dari bangsa untuk mengembalikan kebanggaannya. Cara kita menghargai dan berterima kasih pada keramahan-keramahan orang disekitar kita. Cara kita bersikap terhadap ketiadaan lapangan kerja, globalisasi, pergeseran dan invasi budaya, kurang mendidiknya media, kurang tauladan guru dan ulama, setan yang semakin merajalela dan sebagainya dan sebagainya....yang selalu.... jadi tersangka.

Semoga saya (dan anda ) bisa menjadi orang yang ramah. Semoga kita termasuk kedalam golongan kanan yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar serta berkasih sayang ) adalah golongan kanan. ( QS AL Balad : 18 )





Kamar kos
13 November 2005 pukul 00.45 wib

Sunday, November 13, 2005

Mari Merenung

Bermula dari kehidupan SMU saya yang tidak biasa, manakala saat itu saya sudah merasakan hidup sebagai anak kos. Sebenarnya hampir tidak ada yang istimewa dari kehidupan kos saat SMU dulu, senin sambai sabtu siang dilalui dengan kegiatan yang standar layaknya anak SMU lainnya. Bedanya adalah saat malam minggu sampai minggu pagi. Kalau anak seusia saya biasanya saat itu pacaran atau nongkrong dikafe ( terkadang saya melakukan hal ini juga) , saya sedikit beda. Kadang di malam minggu itu saya ngumpul bareng ”guru-guru” saya untuk sekedar maen Play Station ( WE tentu saja) , ngobrol-ngobrol sambil nongkrong di warung kopi, bercanda ketawa-ketawi sambil main gitar...(nyanyiannya gak jauh dari Iwan Fals, Slank, dan Nirvana) atau yang paling ekstrim main bola di tengah jalan Teuku Cik Ditiro ( depan SMU 1 Medan ) saat waktu menunjukkan pagi pukul dua.

Guru-guru saya ini jangan dikira guru sekolahan atau orang pintar menurut persepsi masyarakat umumnya. Tidak, mereka jauh sekali dari hal itu, tapi tetap saya sebut guru karena hakikatnya guru, kepada saya mereka banyak memberi pengetahuan dan nasihat berharga ( sayangnya kadang tidak diamalkan sendiri oleh mereka). Guru – guru saya ini adalah preman salah satu OKP atau anak kuliahan yang rumahnya dekat dengan kos saya (umur kami terpaut cukup jauh) . Dari guru-guru ini saya mendapat banyak sekali pelajaran mulai dari praktek judi yang selalu menguntungkan bandarnya (apapun bentuknya baik judi toto gelap, judi bola , dll). Bahaya pemakaian narkoba . Eratnya hubungan antara tokoh preman dan aparat negara. Sampai hal yang cukup aneh bagi saya saat itu, yaitu kebutuhan untuk merenung. Hal ini disampaikan guru saya , kebetulan beliau adalah mahasiswa Fisip USU yang belum juga lulus-lulus diusianya yang ke dua puluh enam (kalau di ITB dia mungkin macannya macan kampus, hahaha) .

Saat itu jam tangan menunjukkan pukul 1 pagi, saya dan guru sedang ngobrol berdua saja tentang usaha rental PS dan Internetnya. Tentang lika-liku dan permasalahan yang sedang dia hadapi. Pembicaraan pun mulai ngalor ngidul ke wilayah tujuan hidup, mau apa nanti kalau sudah kuliah, sampai kepada rutinitas sehari-hari kami. Saat membicarakan tentang rutinitas sehari-hari ini saya sedikit cemburu, karena banyak sekali kesempatan yang diperolehnya ( lebih tepatnya diciptakan, sampai dia lulus-lulus kuliah J ) untuk menjelajahi Indonesia. Mulai dari kepedalaman Nias yang angker sampai kegunung-gunung indah dikepulauan Nusa Tenggara. Bagaimana ia berinteraksi dan mengenal budaya masyarakat di Sumatera, Jawa, sampai Kalimantan. Sementara rutinitas sehari-hari saya, ya seperti biasa nongkrong, ngerjain tugas sekolah, ngobrol, ketawa-ketawa, tidak ada yang spesial dan menarik untuk dibicarakan dengannya.

Saya jadi menyadari betapa tidak menariknya hidup yang saya lalui. Terlalu kering, terlalu sederhana, terlalu biasa-biasa. Tentang hal ini saya pun berkeluh kesah kepadanya. Dan tanpa saya duga jawabanya saat itu balah seperti ini. ” Sebenarnya hidupmu itu rif luar biasa. Semua hidup orang luar biasa. Masalah ’kering atau basah’nya itu tergantung pemaknaannya. Coba kau luangkan waktu 5 menit setiap hari sebelum tidur dan sesudah bangun untuk memikirkan, untuk merenung, tentang hidupmu, tentang apa yang sudah kau dapatkan, apa yang ingin kau raih, apa yang sudah kau ketahui dan belum, manfaat dirimu bagi orang lain, tentang semua, tentang apa saja....” . Katanya lagi , bila hal ini sudah berhasil saya lakukan dengan rutin atau malah menjadi kebutuhan, niscaya kehidupan saya akan lebih menarik dan bermakna .

Sekarang tiga tahun telah berlalu , saya telah menjadi mahasiswa. Harapannya tentu rutinitas hidup saya jauh lebih berwarna dari saat dahulu di SMA. Namun kekosongan hidup dari pemaknaan akibat rutinitas sehari-hari yang membosankan dan menjemukan sering terulang. Untuk mengatasinya akhir-akhir ini saya berusaha untuk mengisi waktu luang yang semakin menyempit dengan membaca tulisan, essay-esay, sampai puisi yang kesemuanya merupakan pemaknaan hidup dan kehidupan dari orang-orang yang luar biasa seperti Prie GS, Umar Kayam , Rendra, Taufik Ismail, Soe Hok Gie, dll. Saya juga sangat gemar membaca Blog beberapa sahabat yang walaupun masih pemuda dan pemula tapi hasil tulisannya, Subhanallah, luar biasa.

Selalu ada dua perasaan yang berkecamuk , takjub dan iri, saat menyadari bahwa apa yang mereka ungkapkan dalam tulisan adalah sesuatu yang umum ( selalu saya juga pernah mengalaminya), namun pemaknaan dan hikmah yang bisa mereka ambil dari peristiwa itu jauh dari kesan biasa. Tidak usah disebutkan satu persatu tapi yang jelas setiap tulisan mereka adalah hasil karya anak manusia yang memikirkan dan memaknai kehidupan yang mereka punya ( dan biasanya juga kita ). Kampus, jalanan, kos , rumah, televisi, toilet, rumah sakit, pemakaman, sampai biskota adalah pelajaran. Semua aspek dan wilayah kehidupan bagi mereka adalah makna.

Sekarang ini menjadi cita-cita diri untuk membudayakan rutinitas ” merenung” yang diajarkan guru itu saat SMU dulu (saat kuliah sudah terlupakan). Tentu saya tidak ingin menjadi hamba yang durhaka kepada Allah SWT akibat menyia-nyiakan hidup dan potensi berpikir yang diberikan oleh-Nya. Dan tentu menjadi kebanggan yang tak terkira bila saya bisa mengamalkan wasiat Imam Ali Bin Abi Thalib ” Renungkanlah berita yang kau dengar secara baik-baik. Penukil ilmu sangatlah banyak dan perenungnya sangatlah sedikit”.

Ya...betapa terberkahinya hidup yang penuh perenungan dan pemaknaan. Walau terkadang dengan kondisi diri dan masyarakat sekarang, aktivitas merenung ini tidak hanya membuat diri menjadi lebih introspektif dan bersyukur. Namun juga berefek samping menjadikan diri lebih murung . Apapun akibatnya, merenung dan memaknai akan terus menjadi usaha saya. Besar benar kepercayaan saya, perenungan dan pemaknaan dapat mengendapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman menjadi iman, kearifan dan kasih sayang. Tidak bisa tidak itulah (Insyaallah) saat saya sedang menuju kedewasaan.

Sesungguhnya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang memikirkan…

Kamar kos tercinta
9 November 2005 pukul 22.17 wib

Indahnya Maaf

Betapa membahagiakan hidup di bulan Syawal ini. Keindahan yang jarang terlihat di negeri ini kembali bisa dinikmati lagi. Tentu keindahan itu bukanlah macetnya Bandung utara akibat wisata belanja, bingungnya Bang Yos menyambut tamu-tamu tak diundang di Jakarta atau malah banyaknya tawuran antar desa dimalam takbiran.

Keindahan yang menenteramkan hati ini terjadi saat saya melihat orang-orang disekitar saling bercengkrama, bertegur sapa, membagi-bagi THR (ehm) dan (yang paling utama) maaf-memaafkan. Ingin benar rasanya selalu melihat hal ini di ke duabelas bulan kehidupan yang dipunya setiap tahunnya. Tak hanya dibulan ini saja.

Sejuk benar hati saat kita diberi kesempatan untuk memohon ampun kepada kedua orang tua atas segala khilaf dan dosa yang telah kita perbuat. Saat itu juga kita bisa mendengar doa dan nasihat penuh kasih yang ikhlas diberi semata-mata untuk kebaikan anaknya tercinta. Tentu tidak hanya kepada orang tua kita dapat memperoleh indahnya maaf. Kepada saudara, kaum kerabat, teman – teman seperjuangan , tetangga dan orang-orang yang kita kenal hendaknya kita mohonkan maaf dan menjadikan mereka sarana amal dengan memaafkan terlebih dahulu. Karena Allah SWT sangat mencintai hamba-hambanya yang berprilaku pemaaf.

Jadilah kamu pemaaf dan suruhlah orang yang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. ( QS Al –A’raaf : 199 )

Kepada Umi, Ayah, kak Uli, saudara-saudara ku sekeluarga, tetangga - tetanggaku, teman-temanku di SD, SMP, SMU, sahabat-sahabat karibku, teman-temanku di TI , di ITB, semua orang-orang yang pernah aku kenal maupun mengenalku, insyaAllah arif rahman ini telah memaafkan kesalahan dan kehilafan kalian. Semoga kalian juga berkenan dan ikhlas memaafkan dan melupakan banyaknya dosa yang telah kuperbuat.

MINAL AIDIN WAL FAIDZIN

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN……

Kamar kos tercinta
Hari pertama bulan Syawal pukul 21.25 wib